1. Etika
Suatu organisasi hidup dalam lingkungan organisasi. Dimana organisasi tersebut harus dapat beradaptasi dengan lingkungannya kalau organisasi tersebut ingin bertahan hidup.
Dalam lingkungannya organisasi mendapat tekanan-tekanan dari berbagai pihak sebagai misal dari masyarakat di sekitar organisasi itu berada atau dari pesaingnya.
Bagi masyarakat disekitar organisasi berada, berusaha untuk menuntut manfaat yang bisa diperoleh masyarakat dengan keberadaan suatu organisasi tersebut. Seorang manajer harus bisa menyeimbangkan tuntutan masyarakat tersebut dengan jalannya organisasinya.
Bagi pesaing, organisasi harus mampu bersaing secara sehat dengan organisasi lainnya untuk mempertahankan hidupnya.
Etika bisa ditafsirkan sebagai hak dan kewajiban seseorang mengenai aturan moral yang digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan dan menjalin hubungan dengan orang lain. Moral dalam hal ini berarti mempunyai pengertian baik dan buruk. Suatu perbuatan dikatakan etis apabila sesuai atau tidak bertentangan dengan norma yang ada dalam masyarakat, dan dikatakan tidak etis apabila bertentangan atau tidak sesuai dengan norma yang ada dalam masyarakat.
2. Pembentukan Nilai Etika
Etika dari seorang individu terbentuk atau dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain : keluarga, faktor situasi, nilai, moral, agama, pengalaman, dan pengaruh teman.
(1) Pengaruh Keluarga
Keluarga merupakan tempat tumbuh dan berkembangnya seorang individu, oleh karena itu keluarga mempunyai pengaruh yang besar dalam pembentukan etika seorang individu. Keluarga akan selalu berusaha untuk mengajarkan etika yang berlaku di dalam keluarga tersebut kepada anak-anaknya dan diharapkan nilai etika tersebut akan berlaku sampai seorang individu itu besar.
(2) Pengaruh Faktor Situasional
Situasi bisa menentukan etika individu. Misalkan seseorang melakukan pencurian, hal tersebut sudah melanggar norma dan etika yang ada. Tapi ketika kita mengetahui bahwa pencuri itu orang yang tidak punya dan alasan dia mencuri untuk mengobati anaknya yang sakit, mungkin kita bisa menerima alasan tersebut dan memaafkannya.
(3) Nilai, moral, dan agama
Nilai, moral dan agama sangat berpengaruh terhadap pembentukan etika seseorang. Seseorang dengan nilai, moral dan pemahaman agama yang tinggi akan mempunyai etika yang tinggi pula. Contoh seorang manajer yang mengutamakan nilai keagamaan dia akan berusaha untuk tidak memberhentikan karyawannya meskipun kondisi perusahaan dalam keadaan sulit.
(4) Pengalaman hidup
Manusia dalam hidupnya pasti mempunyai banyak pengalaman, baik pengalaman buruk ataupun pengalaman baik. Pengalaman tersebut merupakan proses yang berpengaruh terhadap pembentukan etika seseorang. Jika seseorang lebih banyak mempunyai pengalaman buruk dan itu berpengaruh pada pembentukan etika pada orang tersebut.
(5) Pengaruh teman
Teman juga mempunyai pengaruh yang tidak kecil terhadap pembentukan etika seseorang. Jika anak lebih banyak bergaul dengan teman-teman sebaya yang nakal, kecenderungan anak tersebut akan menjadi nakal pula. Sebaliknya jika seorang anak tumbuh dengan teman-teman sebaya yang mempunyai etika yang baik maka anak tersebut akan mempunyai etika yang baik pula.
3. Etika Dalam Organisasi
Etika dalam suatu organisasi sebagai akibat hubungan antara organisasi dengan pihak-pihak eksternal maupun internal organisasi. Tiga macam wilayah etika dalam organisasi dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel Wilayah Etika dalam Organisasi
Wilayah Perhatian | Contoh Isu yang relevan |
Hubungan organisasi dengan karyawan | Penarikan tenaga kerja, penggajian dan pemberhentian kerja Kondisi kerja Kebebasan pribadi |
Hubungan karyawan dengan organisasi | Konflik kepentingan Kerahasiaan organisasi Kejujuran |
Hubungan organisasi dengan pihak luar | Pelanggan/konsumen Pesaing Pemegang saham Pemasok Pemerintah Masyarakat sekitar |
Hubungan karyawan dengan organisasi meliputi beberapa hal, konflik kepentingan, kerahasiaan organisasi dan kejujuran. Adalah suatu hal yang tidak etis apabila seorang manajer pindah ke perusahaan lain kemudian dia membocorkan rahasia perusahaannya yang lama.
Wilayah etika juga berlaku pada hubungan antara organisasi dengan pihak luar. Sebagai misal adalah suatu hal yang etis bila perusahaan makanan mencantumkan kandungan bahan-bahan yang ada pada produknya sehingga konsumen mengetahui bahan-bahan apa yang terkandung dalam produk tersebut.
4. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR; Corporate Social Responsibility)
Suatu organisasi hidup dalam lingkungannya, selain memperhatikan etika perusahaan juga dituntut untuk mempunyai tanggung jawab sosial perusahaan, dimana organisasi dituntut untuk bisa mendatangkan manfaat bagi lingkungan disekitarnya.
Definisi yang diterima luas oleh para praktisi dan aktivis definisi menurut The World Business Council for Sustainable Development yaitu bahwa CSR merupakan suatu komitmen terus-menerus dari pelaku bisnis untuk berlaku etis dan untuk memberikan kontribusi bagi perkembangan ekonomi sambil meningkatkan kualitas hidup para pekerja dan keluarganya, juga bagi komunitas lokal dan masyarakat pada umumnya.
Dari konsep tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) tersebut mengandung pengertian bahwa suatu organisasi/perusahaan selain memiliki tanggung jawab kepada pemegang saham untuk bisa memberikan keuntungan, organisasi/perusahaan tersebut juga dituntut memiliki tanggung jawab moral, etika kepada stakeholder seperti karyawan, supplier, konsumen, komunitas setempat, masyarakat secara luas, pemerintah dan kelompok-kelompok lain.
3.2. Kewiraswastaan
1. Kewiraswastaan
(1) Pengertian
Kewiraswastaan (entrepreneurship) adalah suatu kemampuan (ability) dalam berpikir kreatif dan berperilaku inovatif yang dijadikan dasar, sumber daya, tenaga penggerak, tujuan siasat, kiat dan proses dalam menghadapi tantangan hidup. (Suryana, 2003).
Sedangkan wiraswastawan dalam konteks manajemen adalah seseorang yang memiliki kemampuan dalam menggunakan sumber daya seperti financial (money), bahan mentah (material), dan tenaga kerja (labour) untuk menghasilkan suatu produk baru, bisnis baru, proses produksi, atau pengembangan organisasi usaha. (Marzuki Usman, 1997).
Perbedaan antara wiraswastawan dengan manajer suatu organisasi antara lain:
a. Wiraswasta merintis usaha dari kecil, mengembangkan usaha sampai besar, gesit memanfaatkan kesempatan yang muncul, dan berani mengambil resiko, sedangkan manajer memasuki organisasi setelah besar, mempunyai keterampilan manajerial yang lebih baik, dapat mengelola sumber daya dengan lebih baik, dan berhati-hati terhadap resiko.
b. Wiraswastawan mempunyai inisiatif memulai suatu proses produksi, sementara manajer menjalankan proses produksi.
(2) Arti Penting Kewiraswastaan
Kewiraswastaan mempunyai beberapa arti penting antara lain:
a. Meningkatkan produktivitas
Seorang wiraswastawan dituntut untuk selalu kreatif dan menggunakan metode-metode baru yang dapat meningkatkan produktivitas.
b. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan menciptakan pekerjaan
Dengan usaha yang dibukanya seorang wirasawstawan berarti membuka/menciptakan kesempatan kerja bagi orang lain dan tidak langsung bias meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
c. Menciptakan teknologi baru dan menciptakan produk dan jasa baru
Banyak wiraswastawan yang membuka peluang baru dengan menciptakan produk atau jasa baru. Apabila ternyata masih mempertahankan produk lama, produk tersebut sudah disempurnakan atau diperbaiki.
d. Mendorong inovasi
Meskipun biasanya mereka tidak menciptakan sesuatu yang baru, tetapi mereka dapat mengembangkan metode atau produk yang inovatif.
e. Membantu organisasi bisnis yang besar
Biasanya perusahaan besar dalam pemenuhan bahan baku sering kali diperoleh dari perusahaan yang lebih kecil sebagai supliernya.
(3) Variabel Lingkungan yang Mempengaruhi Kewiraswastaan
a. Variabel Ekonomi
Variabel ekonomi sangat erat hubungannya dengan kewiraswastaan. Hal-hal yang berpengaruh terhadap perkembangan ekonomi juga mempengaruhi perkembangan kewiraswastaan.
Insentif pasar dan besarnya modal suatu masyarakat mempegaruhi kewiraswastaan pada suatu Negara.
b. Variabel Sosial
Seperti system hukum, budaya dan mobilitas social.
(4) Faktor Psikologis dan Sosiologis Kewiraswastaan
Thomas Begley dan David P. Boyd mengemukakan lima dimensi yang membedakan wiraswastawan dengan non-wiraswastawan:
a. Kebutuhan untuk mencapai prestasi
Wiraswastawan mempunyai kebutuhan jenis ini yang lebih besar dibandingkan dengan non-wiraswastawan.
b. Pengendalian terhadap diri
Wiraswastawan merasa bahwa ia mengendalikan hidupnya dengan baik, sukses hidupnya tidak ditentukan oleh nasib atau factor-faktor di luar dirinya.
c. Pengambilan resiko
Wiraswastawan mengambil resiko yang moderat, tidak terlalu tinggi, juga tidak terlalu rendah.
d. Toleransi terhadap ketidakjelasan
Wiraswastawan mengambil keputusan berdasarkan informasi yang tidak lengkap atau tidak jelas. Situasi yang dihadapi mereka dan kemampuan menyesuaikan diri terhadap situasi ketidakjelasan tersebut lebih besar dibandingkan dengan non-wiraswastawan.
e. Perilaku tipe-A.
Tipe A merupakan perilaku mengerjakan lebih dengan menggunakan waktu yang sempit, meskipun barangkali ada keberatan dari pihak lain. Wiraswastawan mempunyai perilaku semacam ini yang lebih tinggi.
2. Proses Kewiraswastaan
(1) Kesempatan dan Ide
Kewiraswastaan dimulai dengan adanya suatu kesempatan yang dilihat sebagai sebuah peluang oleh seorang wiraswastawan. Ide bisnis bisa timbul karena adanya situasi yang mendesak atau bisa muncul dari hobi.
(2) Rencana Bisnis Formal
Rencana bisnis formal biasanya dibuat oleh perusahaan yang sudah besar, yang berisi rencana untuk mendirikan bisnis. Sedangkan bagi usaha kecil rencana bisnis juga harus dibuat sebagai tahapan perencanaan meskipun dalam skala yang kecil.
(3) Halangan Untuk Masuk
Seorang calon wiraswastawan meskipun dia sudah mempunyai ide, ia tidak serta merta memasuki dunia usaha tersebut dikarenakan banyak halangan-halangan yang muncul untuk memasuki dunia usaha tersebut.
Halangan tersebut antara lain pengetahuan pasar yang kurang, cara memasarkan yang kurang, jaringan kerja dan informasi yang kurang maupun kurangnya permodalan.
(4) Strategi Memasuki Pasar
Seorang wiraswastawan bisa memasuki pasar dengan 3 cara: 1) membangun perusahaan; 2) membeli perusahaan yang sudah ada; dan 3) franchising atau waralaba.
(5) Bentuk Organisasi
Setelah wiraswastawan memasuki pasar, dia bisa memilih beberapa bentuk organisasi antara lain Usaha Perorangan, Firma atau Partnership atau Perseroan.
(6) Faktor Penentu Keberhasilan
Seorang wiraswastaan harus berhati-hati terhadap resiko kegagalan usahanya karena berdasarkan umur usaha, usaha yang baru didirikan prosentase kegagalannya akan lebih besar.
Faktor-faktor penyebab kegagalan antara lain:
Penyebab Kegagalan Usaha | Prosentase |
Kekurangan pengalaman operasional Kekurangan pengalaman manajerial Pengalaman yang tidak seimbang antara keuangan, produksi, dan fungsi lainnya Manajemen yang tidak kompeten Penyelewengan Bencana Kealpaan Alasan lain yang tidak diketahui | 15,6 % 14,1 % 22,3 % 40,7 % 0,9 % 0,9 % 1,9 % 3,6 % |
Jumlah | 100 % |
Jika suatu organisasi sudah tumbuh dan berkembang menjadi besar, semangat wiraswastawan cenderung akan melemah, oleh karena itu semangat tersebut perlu dijaga. Intrapreneurship merupakan wiraswastaan yang bekerja dalam lingkungan organisasi tertentu. Intrapreneurship diharapkan dapat mendorong semangat kewiraswastaan pada organisasi yang besar.
Sumber :
http://e-learning.mybluegreen.net/etika-bisnis-dan-kewiraswastaan
0 komentar:
Posting Komentar